Selasa, 12 April 2011

Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kembali menegaskan bahwa UUD 1945 hanya sekali diamandemen,

Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kembali menegaskan bahwa UUD 1945 hanya sekali diamandemen, bukan empat kali seperti disalahpahami banyak kalangan. Ini penting, karena berdampak pada pemahaman berlakunya sebuah konstitusi. ”Undang-undang dasar kita ini bukan sudah diamandemen empat kali. Baru satu kali perubahan,”
Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kembali menegaskan bahwa UUD 1945 hanya sekali diamandemen, bukan empat kali seperti disalahpahami banyak kalangan. Ini penting, karena berdampak pada pemahaman berlakunya sebuah konstitusi. ”Undang-undang dasar kita ini bukan sudah diamandemen empat kali. Baru satu kali perubahan,”

Mereka yang memahami UUD diamandemen empat kali, berarti logikanya amandemen yang keempat saja yang diberlakukan. Amandemen pertama, kedua, dan ketiga tidak berlaku. Bila pemahaman itu yang terjadi, kacaulah konstitusi kita. ”Amandemen itu, baru sekali terjadi dalam sejarah UUD 1945. Satu kali, tetapi dalam empat tahap,” tegas Hidayat

Seperti diketahui, empat tahap amandemen terjadi selama rentang waktu 1999 hingga 2002. Tahap pertama amandemen terjadi pada 1999. Tahap kedua pada 2000. Lalu, tahap ketiga dan keempat terjadi pada 2001 dan 2002.

Hal ini dikemukakan Hidayat saat membuka Training of Trainers (ToT) di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 23-26 November 2008. Bertempat di Hotel Swiss-Belhotel, acara dihadiri Pimpinan MPR, Tim Kerja Sosialisasi, Asisten II Pemda Sulteng Drs. H. Nadjib Godal, M.Si yang mewakili Gubernur Sulteng, jajaran Muspida Sulteng, dan para peserta TOT.

Pada bagian lain, Hidayat juga mengatakan, sosialisasi UUD NRI Tahun 1945 harus terus dilakukan ke seluruh pelosok negeri. UUD ini milik seluruh rakyat Indonesia. Jadi, sosialisasinya perlu digencar ke mana-mana dan tidak perlu lagi mengandalkan para anggota MPR RI.

UUD adalah sesuatu yang universal dan ada di hampir semua negara demokratis. Tapi, bukan berarti Indonesia sebagai negara demokratis, lalu konstitusinya juga sama dengan negara lain. Indonesia negara yang berdaulat. Tentu saja, ia punya konstitusi dan sistem ketatanegaraan sendiri. Ke depan mudah-mudahan tidak ada lagi perdebatan seputar bikameral atau unikameral.

Penyelenggaraan ToT di Sulteng ini merupakan yang terakhir pada tahun 2008 untuk tingakat provinsi. Sudah 26 provinsi menggelar TOT. Tahun depan, kata Hidayat, tinggal menyisakan 7 provinsi lagi. ”Untuk itulah, kami berharap penyelenggaraan ini menjadi penyelenggaraan yang khusnul khatimah, yang terbaik tahun ini.”